OPINI - Banyak yang yakin pemilu sengaja didesain satu putaran. Sebagaimana ditulis dalam artikelnya Sahganda: "Rabu Pukul 16.00 akan diumumkan 02 menang satu putaran". Soal waktu, bisa bergeser. Apalagi sudah jadi perbincangan publik.
Sejumlah lembaga survei punya tugas menggiring opini. Polanya terbaca. Angkanya dibuat merangkak naik. Pelan-pelan. Sampai kemudian ketika mendekati pemilu, dibuatlah hasil surveinya jadi 51%-53%. Angka ini jauh berbeda dari hasil survei internal 01 maupun 03. Dari hasil survei kedua tim paslon 01 dan 03, tidak memungkinkan pilpres terjadi satu putaran.
Apakah tetap nekat akan dimenangkan 02 dalam satu putaran?
Pengakuan sejumlah pihak, termasuk Andi Widjajanto, mantan Gubernur Lemhannas bahwa penguasa ngotot akan memenangkan 02. Begitu juga sebelumnya, ada pengakuan dari wanita emas. 02 akan dimenangkan melalui KPU. Video-video itu sedang ditunggu publik bagaimana kebenarannya rabu besok. Dua hari lagi. Publik menunggu dalam kemarahan, tentu saja.
Baca juga:
Tony Rosyid: Siapa Pasangan Ideal Anies?
|
Kata kuncinya: "apa sih yang tidak bisa dilakukan oleh penguasa?"
Bagaimana cara memenangkan satu putaran? Pertama, gunakan instrumen negara. PJ kepala daerah dan lurah, dua institusi ini cukup efektif untuk melakukan penetrasi. Lurah yang membangkang, penggunaan dana desa bisa diusut.
Baca juga:
5 Alasan Mengapa Anies Harus Jadi Presiden
|
Tidak hanya itu, gunakan juga aparat. Aparat punya struktur sampai ke desa-desa. Soal ini, berita dan videonya cukup viral. Telah ada sejumlah keterangan yang cukup meyakinkan bagi publik. Masyarakat merasakan keterlibatan aparat dalam pemenangan begitu nyata.
Kedua, guyur logistik. Tidak hanya sembako, kabarnya, mereka yang mau berangkat nyoblos akan diberi uang saku. Tepatnya, serangan fajar. Benarkah? Bukankah ini money politics? Iya. Masif? Silahkan cek. Terstruktur? Masak gak ada komando? Emang uang dari mana? Mau lapor kemana?
Ketiga, kondisikan KPU. Supaya aman, saya bilang oknum yang ada di KPU. Para caleg saja pada menggunakan jasa oknum KPU, apalagi capres. Khususnya yang diback up penguasa. Kita hanya nunggu kebenaran apa yang pernah disampaikan wanita emas itu. Ini soal waktu saja.
Apakah negara sudah menghitung risiko kalau pemilu dipaksa satu putaran akan berpotensi jadi ledakan? Ini pertanyaan krusialnya. Penting untuk menjadi diskusi publik. Serius !
Baca juga:
Tony Rosyid: Anies dan Fenomena Capres 2024
|
Pola negara selama 10 tahun dipimpin presiden Jokowi selalu mengambil sikap: "jika dikalkulasi negara lebih kuat, lanjut. Jika pressure rakyat yang lebih kuat, berhenti. Bisa lanjut lagi jika pressure rakyat bisa dikendalikan". Ini sudah jadi pola. Terkait persoalan apa saja. Dalam konteks ini, tidak ada lagi standar dan pertimbangan etik serta moral. Pertimbangannya kuat-lemah. Menang-kalah.
Standar etika dan moral sudah dihancurkan sejak Jokowi tidak memenuhi janji politiknya terkait mobil Esemka, buy back Indosat, harga dolar turun 10.000 rupiah, dll. Kalau anda peka soal ini, maka anda tidak akan kaget ketika mendengar keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka pintu buat Gibran kemarin.
Saat ini, kekuatan di luar pemerintah mulai menyatu. Mereka disatukan oleh isu politik dinasti dan cawe-cawe presiden. Mahasiawa dan para guru besar dari lebih 50 universitas telah menyatakan sikap. Begitu juga organisasi pimpred media mainstrem.
Sementara 01 yaitu Anies-Muhaimin plus Nasdem, PKB, PKS dan 03 yaitu PDIP-PPP sedang berseberangan, bahkan "bermusuhan" dengan Jokowi. Mereka punya pendukung yang cukup besar. Kekuatan partisan ini akan kecewa dan marah jika pemilu dipaksa satu putaran. 01 dan 03 besar kemungkinan akan bersatu, bersama-sama dengan kekuatan mahasiswa dan guru besar untuk melakukan protes massal.
Kita bisa bayangkan jika protes massal ini dipimpin langsung oleh Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Megawati, Muhaimin Iskandar, Surya Paloh, Habib Salim Al-Jufri, Mahfud MD, Jusuf Kalla, Amin Rais, para guru besar dari berbagai universitas di Indonesia dan sejumlah ulama NU dan Muhammadiyah di pulau Jawa.
Di dalam gerakan ini, tokoh KAMI Gatot Nurmantio dan Eks Ketua FPI Habib Rizieq kemungkinan bisa bersama. Dua tokoh yang selama ini jalan sendiri-sendiri dan tidak bisa bersatu.
Semua kelompok yang selama ini kecewa dan merasa dimusuhi oleh kekuasaan kemungkinan mereka akan menyatu dalam protes massal yang dipicu oleh isu politik dinasti dan pemilu curang. Teorinya: seseorang atau kelompok secara natural akan bersatu dalam solidaritas sosial ketika mereka sama-sama merasa terdzalimi (tertindas) oleh pihak yang sama.
Apakah gerakan ini sudah dibaca dan dikalkulasi Jokowi? Pasti. Di sinilah Jokowi butuh Megawati. Melalui Hamengkubuwono X, Jokowi ingin ketemu Megawati. Ini pasti dharurat. Tapi, nampaknya Megawati sudah terlanjut sangat teramat kecewa. Megawati merasa dikhianati. Bukan hanya oleh Jokowi, tapi juga oleh keluarga Jokowi.
Kekuatan besar telah menyatu di luar istana. Aparat kepolisian dan militer, dengan keterbatasan personil yang dimiliki tidak cukup kuat untuk membendung jika massa itu berjumlah amat besar.
Apakah Jokowi akan melunak? Membiarkan pemilu berjalan dua putaran dengan risiko 02 kalah? Dilema ! Jika 02 kalah, tidak ada jaminan Jokowi dan keluarganya akan selamat. Tidak ada yang jamin di akhir jabatannya Jokowi dibiarkan soft landing seperti presiden SBY.
Jokowi dikenal sebagai seorang fighter. Karakter ini ada dan melekat di dalam diri Jokowi. Kemungkinan, Jokowi akan lanjutkan rencannya: tetap memenangkan 02. Apapun risikonya.
Kecuali jika perolehan suara 02 di bawah 40%. Ini akan susah dibantu dengan cara apapun.
Kaltim, 12 Pebruari 2024.
Tony Rosyid
Pengamat Politik dab Pemerhati Bangsa