SEATTLE - Sah! Anies Baswedan mendapat tiket maju ke pilpres 2024. Partai Nasdem, Demokrat dan PKS telah menandatangani pengusungan Anies menjadi capres. Ketiga partai ini bergabung dan membentuk Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).
Semula koalisinya bernama Koalisi Perubahan. Dalam MoU, diubah menjadi Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP). Ada semacam upaya untuk membuat koalisi yang lebih soft dengan memasukkan kata "persatuan". Bahkan di poin 1 dalam MoU yang disepakati, bahwa koalisi ini ingin mendorong keberlanjutan pembangunan yang dicita-citakan sejak masa kemerdekaan bangsa. Dan step pembangunan itu direncanakan setiap lima tahunan. Artinya, koalisi ini ingin sekaligus mengirim pesan: No Penundaan Pemilu. Satu pesan yang lebih substansial: Kembalikan arah pembangunan ke jalur yang sesuai dengan cita-cita pendirian Republik Indonesia. Ini nampak Anies banget. Visioner dan idealis. Kalimat ini yang selalu dinarasikan oleh Anies dalam banyak kesempatan.
Setelah Anies mendapat tiket maju jadi capres, siapa lawan yang potensial akan maju menjadi rival Anies di pilpres 2024?
Dalam survei, selalu muncul tiga nama tertinggi elektabilitasnya. Anies Rasyid Baswedan, Prabowo Subiyanto dan Ganjar Pranowo. Tiga nama ini lolos secara elektabilitas. Soal integritas, kompetensi dan rekam jejak, lembaga-lembaga survei, semua tanpa terkecuali, selalu mengabaikannya. Ini tidak boleh terjadi lagi untuk pilpres-pilpres berikutnya. Sebab, rakyat butuh pemimpin yang berintegritas, punya kompetensi dan rekam jejaknya bisa dibaca, terutama soal hasil kerja dan prestasinya. Rakyat tidak butuh calon pemimpin yang hanya bermodal elektabilitas. Pemimpin yang hanya sibuk bagaimana memenangkan kontestasi, tapi tidak punya kompetensi untuk mengisi kemenangan itu. Ini berbahaya untuk masa depan bangsa. Rakyat mesti memilki kesadaran yang matang untuk memilih pemimpin.
Kalau dilihat dari sisi elektabilitas, Prabowo dan Ganjar Pranowo berpeluang akan jadi rival Anies. Kabar terakhir, Prabowo akan dipasangkan dengan Ganjar Pranowo. Jadi, pasangannya adalah Prabowo-Ganjar. Wacana ini membuat PKB marah. PKB akan tarik diri dari Koalisi Indonesia Raya (KIR) jika Muhaimin (Cak Imin) tidak dijadikan cawapres Prabowo. Protes PKB sudah bisa dibaca sejak KIR akan dibentuk. Kebutuhan Gerindra dan PKB memang tidak ketemu. Prabowo butuh tambahan elektabilitas. Dan itu tidak didapat dari Cak Imin. Sementara PKB mau bergabung ke Gerindra kalau Cak Imin jadi cawapres. Kalau kebutuhan obyektif tidak ketemu, maka kedua partai ini hanya menunggu jadual berpisah.
Lalu, siapa cawapres Prabowo? Golkar siap bergabung dengan Gerinda jika pasangannya adalah Prabowo-Airlangga. Lagi-lagi, Prabowo terkunci. Jika Prabowo mengambil Ganjar, maka Golkar tidak bersedia bergabung.
Prabowo nampaknya butuh tangan besi Jokowi. Berharap Jokowi arahkan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dukung Prabowo. Tekan PKB untuk tetap dukung Prabowo.
Banyak yang berpikir bahwa partai-partai koalisi istana akan nurut presiden Jokowi. Nampaknya begitu. Tapi, ini tidak sepenuhmya benar. Meski terlihat Jokowi mengambil peran yang begitu dominan dan ikut terlibat terlalu jauh terhadap partai-partai tersebut, pada akhirnya semua partai akan menyadari bahwa Jokowi akan segera menjadi masa lalu. Kekuasaan Jokowi akan segera berakhir. Sementara, partai-partai ini butuh masa depan. Tinggal satu persoalan bagaimana mereka exit dari Jokowi. Lalu, menyiapkan masa depan partai dengan menghindari capres yang bakal kalah.
Nasdem sudah mengambil langkah exit. PDIP juga tampak berseberangan dengan Jokowi. Terbukti, Ganjar yang digadang-gadang Jokowi untuk jadi capres, belum juga ada tanda-tanda diusung oleh PDIP. Berbagai manuver dan nego terus dilakukan. Hasilnya belum jelas.
PDIP belajar dari pilpres 2014. Usung Jokowi, setelah jadi justru sering berseberangan dengan Megawati. PDIP juga belajar dari pilgub DKI 2017. Usung Ahok, tapi kalah. Kalkulasi politiknya, PDIP akan lebih menguntungkan jika capreskan Puan Maharini. Mungkin akan kalah dari Anies Baswedan, tapi suara PDIP akan solid. Sebagai partai pemenang pemilu, PDIP bisa menjadi oposisi yang kuat, dan bisa memainkan peran di parlemen lebih power full.
Baca juga:
Tony Rosyid: Anies Menguat, Semua Merapat
|
Bagi partai-partai yang bergabung dengan koalisi istana, pada waktunya nanti mereka akan exit mengikuti jejak Nasdem. Jokowi akan ditinggalkan oleh mereka. Dengan brgitu, Prabowo tidak lagi bisa mengandalkan tangan besi Jokowi. Prabowo mesti realistis, dia bisa pilih Cak Imin atau Airlangga Hartarto. Gerindra mau berkoalisi dengan PKB atau Golkar. Tidak dengan Ganjar jika telah diabaikan oleh PDIP.
Jadi, rival Anies kemungkinan adalah Prabowo Subiyanto dan Puan Maharani. Prabowo bisa berpasangan dengan Cak Imin atau Airlangga, dan Puan Maharani bisa berpasangan dengan Ganjar. Puan-Ganjar berpotensi memperbesar perolehan suara PDIP.
Seattle USA, 24 Maret 2023.
Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa