JAKARTA - Dari pengamatan saya sebagai seorang jurnalis, saya secara pribadi menarik kesimpulan bahwa banyak kandidat atau pasangan kandidat presiden dan kepala daerah kalah bukan karena dia tidak hebat, tapi karena melupakan sahabat.
Sahabat atau teman dekat adalah musuh potensial yang bisa meluluh lantakan mimpi para kandidat. Seorang sahabat mengetahui baik buruk kelakuan seorang kandidat. Orang lain mungkin bisa dia tipu dengan kata-kata manis penuh harapan, dan bualan kinerja yang membanggakan, tapi dia tidak bisa menipu seorang sahabat.
Baca juga:
Ilham Bintang: Ya Ampun, Presiden
|
Sahabat yang terlupakan atau sengaja dilupakan karena satu dan lain hal adalah bom waktu yang siap meledak menunggu waktu yang tepat.
Tiada seorang kandidat dikatakan paling "arogan" jika dia sampai melupakan sahabat atau teman dekatnya saat dia mencalonkan diri menjadi orang nomor 1 (satu) di daerahnya.
Bagaimana seorang kandidat bisa diharapkan merawat rakyat, sementara merawat persahabatannya saja dia tidak punya kemampuan. Bisa saja dia hebat, berpangkat, kaya raya, tapi bila kemampuan atau hubungan komunikasinya tidak sehat dengan para sahabatnya, maka mimpi memenangkan suatu pemilihan akan susah terwujud.
Para kandidat bisa saja membangun para pemandu sorak di group-group WA, tapi apakah dia yakin bahwa para pemandu sorak ini yang selalu menunjukan diri sebagai pendukung paling militan di lapangan punya wibawa yang bisa membawa banyak orang untuk memilih, atau malah sebaliknya rakyat tidak memilih karena tingkah pola para pemandu sorak ini.
Beda halnya dengah sahabat, dia mungkin tidak bersuara di group, tapi dia bekerja dengan hati dan hati-hati, serta berstrategi mengambil hati agar temannya bisa terpilih.
Sahabat sejati akan selalu peduli tanpa pamrih, beda dengan calon camat, calon kadis, atau calon menteri yang bekerja karena ada kepentingan pribadi, yang selalu siap pindah sekoci kalau sekiranya calon yang didukung sudah terlihat tidak mungkin jadi.
Baca juga:
Tony Rosyid: Semua Sepakat Pemilu 2024
|
Di zaman teknologi ini, jejak digital yang mendominasi, sama halnya dengan seorang sahabat yang merekam setiap interaksi. Jadi atau tidak sebagai kandidat terpilih sangat ditentukan oleh kemampuan berkomunikasi dengan orang-orang terdekat yang berjuang tanpa pamrih.
Jakarta, 02 Juni 2024
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia (JNI)