Hidayat Kampai: Paradoks Penggunaan Kertas dalam Ujian Kampus di Era Digital

    Hidayat Kampai: Paradoks Penggunaan Kertas dalam Ujian Kampus di Era Digital

    PENDIDIKAN-Dalam era modern yang ditandai dengan kemajuan teknologi pesat, fenomena penggunaan kertas dalam pelaksanaan ujian di kampus-kampus besar di Indonesia, khususnya di Jakarta, menjadi sorotan yang menimbulkan tanda tanya. Meski hampir seluruh mahasiswa sudah memiliki laptop sebagai perangkat pendukung pembelajaran, sebagian besar universitas tetap mempertahankan metode ujian berbasis kertas, di mana soal diberikan dalam bentuk cetakan, dan jawaban harus ditulis tangan di atas kertas folio bergaris. Hal ini terasa paradoksal dengan jargon keberlanjutan (sustainability) yang kerap digembor-gemborkan oleh institusi pendidikan, terutama mengingat dampak lingkungan dari penggunaan kertas yang bertolak belakang dengan prinsip tersebut.

    Penggunaan kertas secara masif dalam proses pendidikan, terlebih pada universitas yang berlokasi di pusat ibu kota dan memiliki akses luas terhadap teknologi, seharusnya menjadi bahan evaluasi. Tindakan ini bertentangan dengan tujuan pelestarian lingkungan yang kini menjadi perhatian utama di seluruh dunia. Mengurangi penggunaan kertas dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, merupakan langkah penting menuju keberlanjutan. Adanya laptop yang tersedia bagi mahasiswa seharusnya membuka peluang bagi kampus-kampus ini untuk beralih ke metode digital dalam pelaksanaan ujian. Dengan cara ini, bukan hanya pengurangan dampak ekologis yang dapat dicapai, tetapi juga peningkatan efektivitas dan efisiensi dalam penilaian akademik.

    Bagi mahasiswa akuntansi, yang pada dasarnya akan terjun dalam dunia kerja dengan keahlian khusus pada penggunaan spreadsheet, perubahan metode ujian ini menjadi lebih relevan. Dengan mengharuskan ujian dilakukan menggunakan aplikasi spreadsheet, mahasiswa akan lebih terlatih dalam kemampuan komputasional dan analisis data, yang merupakan keterampilan dasar dalam bidang akuntansi modern. Sebaliknya, ujian dengan jawaban tulisan tangan menuntut soal yang sederhana agar dapat diselesaikan dalam waktu yang ditentukan. Penggunaan spreadsheet, sebaliknya, memungkinkan penyusunan soal yang lebih kompleks dan komprehensif, menantang mahasiswa untuk berpikir kritis dan menerapkan pengetahuan mereka dalam skenario yang lebih realistis dan relevan dengan dunia kerja.

    Perubahan pola ujian ini, selain mendukung kampus dalam mewujudkan prinsip keberlanjutan, juga memberi manfaat jangka panjang bagi mahasiswa. Mereka tidak hanya mendapatkan pengetahuan teoritis, tetapi juga terlatih dalam keterampilan praktis yang akan mereka butuhkan saat memasuki dunia profesional. Dengan demikian, kampus-kampus di Indonesia, khususnya di kota besar seperti Jakarta, perlu mempertimbangkan pergeseran dari metode konvensional ke metode yang lebih ramah lingkungan dan relevan dengan tuntutan industri. Hal ini tidak hanya akan menunjukkan komitmen nyata terhadap keberlanjutan, tetapi juga meningkatkan kualitas lulusan yang lebih siap menghadapi tantangan di masa depan.

    hidayat kampai
    Dr. Hidayatullah

    Dr. Hidayatullah

    Artikel Sebelumnya

    Hendri Kampai: Jangan Mengaku Jurnalis Jika...

    Artikel Berikutnya

    3 keterampilan utama bagi pekerja di tahun...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Hendri Kampai: Kabinet Merah Putih, Kembali Jadi Indonesia
    Hendri Kampai: Penutur Terbanyak, Bahasa Jawa dan Sunda Layak Jadi Bahasa Nasional
    Hendri Kampai: Dari Lab ke Pasar, Mengapa Hasil Riset Kampus Kita Mengendap di Rak?
    JNI: Jaringan Jurnalis Nasional Indonesia Berbasis IT dan AI yang Terukur dan Berkualitas

    Ikuti Kami